Istilah “gono-gini” adalah bahasa sehari-hari di Indonesia untuk menyebut harta bersama dalam pernikahan. Dalam konteks hukum, ini dikenal sebagai “harta bersama” atau “harta perolehan selama perkawinan”, dan diatur dalam:
-
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
-
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
-
Kompilasi Hukum Islam (bagi yang beragama Islam)
Apa Itu Harta Gono-Gini?
Harta yang diperoleh selama pernikahan, baik atas nama suami, istri, atau keduanya. Termasuk:
-
Gaji, pendapatan usaha
-
Aset (rumah, kendaraan, tanah)
-
Tabungan, deposito
-
Saham, emas, dan lainnya
Harta sebelum menikah, warisan, atau hibah pribadi bukan termasuk gono-gini, kecuali dicampur atau digunakan bersama.
⚖️ Pembagian Harta Gono-Gini Saat Cerai
Jika suami-istri bercerai, harta gono-gini dibagi dua secara adil. Tidak selalu 50:50 — bisa dipertimbangkan:
-
Kontribusi masing-masing pihak
-
Siapa yang merawat anak
-
Kondisi ekonomi pasca perceraian
Bagi Muslim → Mengacu ke Kompilasi Hukum Islam (KHI)
-
Pasal 97: “Janda atau duda yang bercerai masing-masing berhak atas separuh dari harta bersama.”
Bagi Non-Muslim → Mengacu ke KUHPerdata
Apakah Perlu Pisah Harta?
Pasangan bisa membuat perjanjian pranikah untuk:
-
Memisahkan harta
-
Menentukan pengelolaan harta masing-masing
Setelah 2022 (putusan MK), perjanjian harta bisa dibuat sebelum ATAU setelah menikah.
️ Proses Hukum Gono-Gini
Kalau pasangan bercerai dan tidak sepakat soal pembagian harta:
-
Bisa ajukan gugatan harta bersama di Pengadilan Agama (Muslim) atau Pengadilan Negeri (non-Muslim)
-
Harus ada bukti kepemilikan: sertifikat, bukti pembelian, rekening, dll.
Admin